WEB BLOG
this site the web

Usaha Halal, Hasil Halal, Dari Kita, Oleh Kita & Untuk Kita

Bisnis ini adalah bisnis yang memprioritaskan kebersamaan dan kesejahteraan bersama, dengan di kelola oleh admin yang profesional demi penunjang kesuksesan bersama. Program Investasi dana-syariah adalah kejujuran, disiplin dan tanggung jawab untuk mewujudkan rasa saling percaya. Setiap member yang bergabung dalam Program Investasi ini ketika melakukan transfer dana harus di-niat-kan secara tulus ikhlas membeli produk dan untuk beramal/shodaqoh membantu sesama, tidak atas dasar terpaksa atau dalam tekanan siapapun, sehingga semua dana yang diperoleh member Program dana-syariah sifatnya adalah SAH dan HALAL sesuai dengan SYARIAH Apa yang anda kan peroleh bisa disebut DANA HIBAH. Anda bisa menggunakan dana tersebut untuk keperluan anda sehari-hari. Tanpa Syarat, Tanpa bunga, Tanpa Mengembalikan.

Program investasi dana-syariah adalah Program investasi jual beli dengan niat yang mulia, tulus dan ikhlas yaitu untuk membantu sesama khususnya bagi seseorang yang membutuhkan.

Investasi atau mengembangkan usaha
Masalah financial yaitu hutang
Biaya pendidikan sekolah/kuliah
Biaya pengobatan
Kebutuhan hidup sehari-hari
Kegiatan Sosial atau LSM
Penghasilan pasif income yang tak terbatas
Dan lain sebagainya


Dalam program ini tersedia dana dengan jumlah tak terbatas yang berasal dari ribuan sumber sehingga memungkinan bagi siapa saja untuk mendaftar dan berpeluang mendapatkan dana hibah, tanpa syarat!
Program ini PreLaunching Tgl 7 Juli 2009 dan Launching Tgl 1 Agustus 2009 jadi sangatlah terbuka lebar bagi anda untuk mendapatkan kesempatan hasil yang anda impikan dengan menjadi member teratas.

Yang diharapkan, program dana-syariah akan dapat mendorong masyarakat yang kekurangan modal sektor industri menengah ke bawah agar terbebas dari masalah permodalan yang selama ini menjadi kendala mereka.

TUNGGU APA LAGI!!!

Ingat!!! Kesempatan Hanya datang sekali. Gunakan kesempatan ini sebagai awal dari kesuksesan anda. Lebih Cepat, Tepat dan hasil lebih Baik

PERHATIKAN !!!
Program ini adalah Sistem Program Terbaru Yang Dirancang Khusus Untuk Investasi jual beli. Investasi Kami 8 Tingkatan. Hasil Yang didapat dari Investasi jual beli Ini Jauh Lebih Besar dibandingkan dengan Investasi Online Yang Lainnya. Sistem Randomizer dan Spill Over yang membantu anda mendapatkan member tanpa promosi. Dan Keunggulannya Lagi Tanpa Butuh Modal Banyak cukup Rp.12.000,- (Dua Belas ribu rupiah) Saja


INFO LENGKAP SILAHKAN KLIK DISINI

Seni Tradisional Banjar

Seni Tari

Seni Tari suku Banjar terbagi menjadi dua, yaitu seni tari yang dikembangkan di lingkungan istana (kraton), dan seni tari yang dikembangkan oleh rakyat. Seni tari kraton ditandai dengan nama "Baksa" yang berasal dari bahasa Jawa (beksan) yang menandakan kehalusan gerak dalam tata tarinya. Tari-tari ini telah ada dari ratusan tahun yang lalu, semenjak zaman hindu, namun gerakan dan busananya telah disesuaikan dengan situasi dan kondisi dewasa ini. Contohnya, gerakan-gerakan tertentu yang dianggap tidak sesuai dengan adab islam mengalami sedikit perubahan. Seni tari daerah Banjar yang terkenal misalnya :

  • Tari Baksa Kembang, dalam penyambutan tamu agung.
  • Tari Baksa Panah
  • Tari Baksa Dadap
  • Tari Baksa Lilin
  • Tari Baksa Tameng
  • Tari Radap Rahayu, dalam upacara perkawinan
  • Tari Kuda Kepang
  • Tari Japin/Jepen
  • Tari Tirik
  • Tari Gandut
  • Tarian Banjar lainnya

Lagu Daerah

Lagu daerah Banjar yang terkenal misalnya :

Seni Anyaman

Seni anyaman dengan bahan rotan, bambu dan purun sangat artistik. Anyaman rotan berupa tas dan kopiah.

Seni Lukisan Kaca

Seni lukisan kaca berkembang pada tahun lima puluhan, hasilnya berupa lukisan buroq, Adam dan Hawa dengan buah kholdi, kaligrafi masjid dan sebagainya. Ragam hiasnya sangat banyak diterapkan pada perabot berupa tumpal, sawstika, geometris, flora dan fauna.

Seni Tatah/Ukir

Motif jambangan bunga dan tali bapilin dalam seni tatah ukir Banjar

Seni ukir terdiri atas tatah surut (dangkal) dan tatah babuku (utuh). Seni ukir diterapkan pada kayu dan kuningan. Ukiran kayu diterapkan pada alat-alat rumah tangga, bagian-bagian rumah dan masjid, bagian-bagian perahu dan bagian-bagian cungkup makam. Ukiran kuningan diterapkan benda-benda kuningan seperti cerana, abun, pakucuran, lisnar, perapian, cerek, sasanggan, meriam kecil dan sebagainya. Motif ukiran misalnya Pohon Hayat, pilin ganda, swastika, tumpal, kawung, geometris, bintang, flora binatang, kaligrafi, motif Arabes dan Turki.

Pencak Silat Kuntau Banjar

Pencak Silat Kuntau Banjar adalah ilmu beladiri yang berkembang di Tanah Banjar dan daerah perantaun suku Banjar.

Seni Rupa Trimatra (Rumah Adat)

Rumah adat Banjar ada beberapa jenis, tetapi yang paling menonjol adalah Rumah Bubungan Tinggi yang merupakan tempat kediaman raja (keraton). Jenis rumah yang ditinggali oleh seseorang menunjukkan status dan kedudukannya dalam masyarakat. Jenis-jenis rumah Banjar:

  1. Rumah Bubungan Tinggi, kediaman raja
  2. Rumah Gajah Baliku, kediaman saudara dekat raja
  3. Rumah Gajah Manyusu, kediaman "pagustian" (bangsawan)
  4. Rumah Balai Laki, kediaman menteri dan punggawa
  5. Rumah Balai Bini, kediaman wanita keluarga raja dan inang pengasuh
  6. Rumah Palimbangan, kediaman alim ulama dan saudagar
  7. Rumah Palimasan (Rumah Gajah), penyimpanan barang-barang berharga (bendahara)
  8. Rumah Cacak Burung (Rumah Anjung Surung), kediaman rakyat biasa
  9. Rumah Tadah Alas
  10. Rumah Lanting, rumah diatas air
  11. Rumah Joglo Gudang
  12. Rumah Bangun Gudang


MADIHIN
Suku banjar itu sebenarnya sangat lekat dengan kesenian Madihin, karena siapapun orangnya yang menyaksikan kesenian Madihin, akan susah untuk melupakannya, saya anjurkan bagi siapa saja yang menyaksikan Kesenian Madihin harap memakai Pampers, karena saya khawatir penonton sekalian akan tertawa sampai terkencing-kencing.
sekarang saya ceritakan sedikit tentang Madihin.

MADIHIN.

Etimologi dan definisi

Madihin berasal dari kata madah dalam bahasa Arab artinya nasihat, tapi bisa juga berarti pujian. Puisi rakyat anonim bergenre Madihin ini cuma ada di kalangan etnis Banjar di Kalsel saja. Sehubungan dengan itu, definisi Madihin dengan sendirinya tidak dapat dirumuskan dengan cara mengadopsinya dari khasanah di luar folklor Banjar.

Tajuddin Noor Ganie (2006) mendefinisikan Madihin dengan rumusan sebagai berikut : puisi rakyat anonim bertipe hiburan yang dilisankan atau dituliskan dalam bahasa Banjar dengan bentuk fisik dan bentuk mental tertentu sesuai dengan konvensi yang berlaku secara khusus dalam khasanah folklor Banjar di Kalsel.

Bentuk fisik

Masih menurut Ganie (2006), Madihin merupakan pengembangan lebih lanjut dari pantun berkait. Setiap barisnya dibentuk dengan jumlah kata minimal 4 buah. Jumlah baris dalam satu baitnya minimal 4 baris. Pola formulaik persajakannya merujuk kepada pola sajak akhir vertikal a/a/a/a, a/a/b/b atau a/b/a/b. Semua baris dalam setiap baitnya berstatus isi (tidak ada yang berstatus sampiran sebagaimana halnya dalam pantun Banjar) dan semua baitnya saling berkaitan secara tematis.

Madihin merupakan genre/jenis puisi rakyat anonim berbahasa Banjar yang bertipe hiburan. Madihin dituturkan di depan publik dengan cara dihapalkan (tidak boleh membaca teks) oleh 1 orang, 2 orang, atau 4 orang seniman Madihin (bahasa Banjar Pamadihinan). Anggraini Antemas (dalam Majalah Warnasari Jakarta, 1981) memperkirakan tradisi penuturan Madihin (bahasa Banjar : Bamadihinan) sudah ada sejak masuknya agama Islam ke wilayah Kerajaan Banjar pada tahun 1526.

Status Sosial dan Sistim Mata Pencaharian Pamadihinan

Madihin dituturkan sebagai hiburan rakyat untuk memeriahkan malam hiburan rakyat (bahasa Banjar Bakarasmin) yang digelar dalam rangka memperintai hari-hari besar kenegaraan, kedaerahan, keagamaan, kampanye partai politik, khitanan, menghibur tamu agung, menyambut kelahiran anak, pasar malam, penyuluhan, perkawinan, pesta adat, pesta panen, saprah amal, upacara tolak bala, dan upacara adat membayar hajat (kaul, atau nazar).

Orang yang menekuni profesi sebagai seniman penutur Madihin disebut Pamadihinan. Pamadihinan merupakan seniman penghibur rakyat yang bekerja mencari nafkah secara mandiri, baik secara perorangan maupun secara berkelompok.

Setidak-tidaknya ada 6 kriteria profesional yang harus dipenuhi oleh seorang Pamadihinan, yakni : (1) terampil dalam hal mengolah kata sesuai dengan tuntutan struktur bentuk fisik Madihin yang sudah dibakukan secara sterotipe, (2) terampil dalam hal mengolah tema dan amanat (bentuk mental) Madihin yang dituturkannya, (3) terampil dalam hal olah vokal ketika menuturkan Madihin secara hapalan (tanpa teks) di depan publik, (4) terampil dalam hal mengolah lagu ketika menuturkan Madihin, (5) terampil dalam hal mengolah musik penggiring penuturan Madihin (menabuh gendang Madihin), dan (6) terampil dalam hal mengatur keserasian penampilan ketika menuturkan Madihin di depan publik.

Tradisi Bamadihinan masih tetap lestari hingga sekarang ini. Selain dipertunjukkan secara langsung di hadapan publik, Madihin juga disiarkan melalui stasiun radio swasta yang ada di berbagai kota besar di Kalsel. Hampir semua stasiun radio swasta menyiarkan Madihin satu kali dalam seminggu, bahkan ada yang setiap hari. Situasinya menjadi semakin bertambah semarak saja karena dalam satu tahun diselenggarakan beberapa kali lomba Madihin di tingkat kota, kabupaten, dan provinsi dengan hadiah uang bernilai jutaan rupiah.

Tidak hanya di Kalsel, Madihin juga menjadi sarana hiburan alternatif yang banyak diminati orang, terutama sekali di pusat-pusat pemukiman etnis Banjar di luar daerah atau bahkan di luar negeri. Namanya juga tetap Madihin. Rupa-rupanya, orang Banjar yang pergi merantau ke luar daerah atau ke luar negeri tidak hanya membawa serta keterampilannya dalam bercocok tanam, bertukang, berniaga, berdakwah, bersilat lidah (berdiplomasi), berkuntaw (seni bela diri), bergulat, berloncat indah, berenang, main catur, dan bernegoisasi (menjadi calo atau makelar), tetapi juga membawa serta keterampilannya bamadihinan (baca berkesenian).

Para Pamadihinan yang menekuni pekerjaan ini secara profesional dapat hidup mapan. Permintaan untuk tampil di depan publik relatif tinggi frekwensinya dan honor yang mereka terima dari para penanggap cukup besar, yakni antara 500 ribu sampai 1 juta rupiah. Beberapa orang di antaranya bahkan mendapat rezeki nomplok yang cukup besar karena ada sejumlah perusahaan kaset, VCD, dan DVD di kota Banjarmasin yang tertarik untuk menerbitkan rekaman Madihin mereka. Hasil penjualan kaset, VCD, dan DVD tersebut ternyata sangatlah besar.

Pada zaman dahulu kala, ketika etnis Banjar di Kalsel masih belum begitu akrab dengan sistem ekonomi uang, imbalan jasa bagi seorang Pamadihinan diberikan dalam bentuk natura (bahasa Banjar : Pinduduk). Pinduduk terdiri dari sebilah jarum dan segumpal benang, selain itu juga berupa barang-barang hasil pertanian, perkebunan, perikanan, dan peternakan.

Keberadaan Madihin di Luar Daerah Kalsel

Madihin tidak hanya disukai oleh para peminat domestik di daerah Kalsel saja, tetapi juga oleh para peminat yang tinggal di berbagai kota besar di tanah air kita. Salah seorang di antaranya adalah Pak Harto, Presiden RI di era Orde Baru ini pernah begitu terkesan dengan pertunjukan Madihin humor yang dituturkan oleh pasangan Pamadihinan dari kota Banjarmasin Jon Tralala dan Hendra. Saking terkesannya, beliau ketika itu berkenan memberikan hadiah berupa ongkos naik haji plus (ONH Plus) kepada Jon Tralala. Selain Jhon Tralala dan Hendra, di daerah Kalsel banyak sekali bermukim Pamadihinan terkenal, antara lain : Mat Nyarang dan Masnah pasangan Pamadihinan yang paling senior di kota Martapura), Rasyidi dan Rohana(Tanjung), Imberan dan Timah (Amuntai), Nafiah dan Mastura Kandangan), Khair dan Nurmah (Kandangan), Utuh Syahiban Banjarmasin), Syahrani (Banjarmasin), dan Sudirman(Banjarbaru). Madihin mewakili Kalimantan Timur pada Festival Budaya Melayu.

Datu Madihin, Pulung Madihin, dan Aruh Madihin

Pada zaman dahulu kala, Pamadihinan termasuk profesi yang lekat dengan dunia mistik, karena para pengemban profesinya harus melengkapi dirinya dengan tunjangan kekuatan supranatural yang disebut Pulung. Pulung ini konon diberikan oleh seorang tokoh gaib yang tidak kasat mata yang mereka sapa dengan sebutan hormat Datu Madihin.

Pulung difungsikan sebagai kekuatan supranatural yang dapat memperkuat atau mempertajam kemampuan kreatif seorang Pamadihinan. Berkat tunjangan Pulung inilah seorang Pamadihinan akan dapat mengembangkan bakat alam dan kemampuan intelektualitas kesenimanannya hingga ke tingkat yang paling kreatif (mumpuni). Faktor Pulung inilah yang membuat tidak semua orang Banjar di Kalsel dapat menekuni profesi sebagai Pamadihinan, karena Pulung hanya diberikan oleh Datu Madihin kepada para Pamadihinan yang secara genetika masih mempunyai hubungan darah dengannya (hubungan nepotisme).

Datu Madihin yang menjadi sumber asal-usul Pulung diyakini sebagai seorang tokoh mistis yang bersemayam di Alam Banjuran Purwa Sari, alam pantheon yang tidak kasat mata, tempat tinggal para dewa kesenian rakyat dalam konsep kosmologi tradisonal etnis Banjar di Kalsel. Datu Madihin diyakini sebagai orang pertama yang secara geneologis menjadi cikal bakal keberadaan Madihin di kalangan etnis Banjar di Kalsel.

Konon, Pulung harus diperbarui setiap tahun sekali, jika tidak, tuah magisnya akan hilang tak berbekas. Proses pembaruan Pulung dilakukan dalam sebuah ritus adat yang disebut Aruh Madihin. Aruh Madihin dilakukan pada setiap bulan Rabiul Awal atau Zulhijah. Menurut Saleh dkk (1978:131), Datu Madihin diundang dengan cara membakar dupa dan memberinya sajen berupa nasi ketan, gula kelapa, 3 biji telur ayam kampung, dan minyak likat baboreh. Jika Datu Madihin berkenan memenuhi undangan, maka Pamadihinan yang mengundangnya akan kesurupan selama beberapa saat. Pada saat kesurupan, Pamadihinan yang bersangkutan akan menuturkan syair-syair Madihin yang diajarkan secara gaib oleh Datu Madihin yang menyurupinya ketika itu. Sebaliknya, jika Pamadihinan yang bersangkutan tidak kunjung kesurupan sampai dupa yang dibakarnya habis semua, maka hal itu merupakan pertanda mandatnya sebagai Pamadihinan telah dicabut oleh Datu Madihin. Tidak ada pilihan bagi Pamadihinan yang bersangkutan, kecuali mundur teratur secara sukarela dari panggung pertunjukan Madihin.

Saya rasa sudah cukup dulu tentang Tradisi Banjar untuk saat ini, bagi kawan-kawan yang merasa kurang puas terhadap info Banjar hari ini, saya harapkan tinggalkan komentar pada kolom komentar dibawah ini.

Bahasa Banjar

Pengantar


Bahasa Banjar merupakan anak cabang bahasa yang berkembang dari Bahasa Melayu. Asal bahasa ini berada di propinsi Kalimantan Selatan yang terbagi atas Banjar Kandangan, Amuntai, Alabiu, Kalua, Alai dan lain-lain. Bahasa Banjar dihipotesiskan sebagai bahasa proto-Malayik, seperti halnya bahasa Minangkabau dan bahasa Serawai (Bengkulu).

Selain di Kalimantan Selatan, Bahasa Banjar yang semula sebagai bahasa suku bangsa juga menjadi bahasa lingua franca di daerah lainnya, yakni Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur serta di daerah kabupaten Indragiri Hilir, Riau, sebagai bahasa penghubung antar suku.

Bahasa Banjar banyak dipengaruhi oleh bahasa Melayu, Jawa dan bahasa-bahasa Dayak.

Bahasa Banjar atau sering pula disebut Bahasa Melayu Banjar terdiri atas dua kelompok dialek yaitu;

  • Bahasa Banjar Hulu
  • Bahasa Banjar Kuala

Bahasa Banjar Hulu merupakan dialek asli yang dipakai di wilayah Banua Enam yang merupakan bekas Afdelling Kendangan dan Afdeeling Amoentai yang meliputi kabupaten Tapin, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Utara, Balangan dan Tabalong.

Puak-puak suku Banjar Hulu Sungai dengan dialek-dialeknya masing-masing relatif bersesuaian dengan pembagian administratif pada zaman kerajaan Banjar dan Hindia Belanda yaitu menurut Lalawangan atau distrik (Kawedanan) pada masa itu, dimana pada zaman sekarang sudah berbeda. Puak-puak suku Banjar di daerah Hulu Sungai tersebut misalnya :

  1. Orang Kelua dari bekas Distrik Kelua di hilir Daerah Aliran Sungai Tabalong,Kabupaten Tabalong.
  2. Orang Tanjung dari bekas Distrik Tabalong di hulu Daerah Aliran Sungai Tabalong, Kabupaten Tabalong.
  3. Orang Lampihong/Orang Balangan dari bekas Distrik Balangan (Paringin) di Daerah Aliran Sungai Balangan, Kabupaten Balangan.
  4. Orang Amuntai dari bekas Distrik Amuntai di Hulu Sungai Utara.
  5. Orang Alabio dari bekas Distrik Alabio di Hulu Sungai Utara.
  6. Orang Alai dari bekas Distrik Batang Alai di Daerah Aliran Sungai Batang Alai, Hulu Sungai Tengah
  7. Orang Pantai Hambawang/Labuan Amas dari bekas Distrik Labuan Amas di Daerah Aliran Sungai Labuan Amas Hulu Sungai Tengah
  8. Orang Negara dari bekas Distrik Negara di tepi Sungai Negara, Hulu Sungai Selatan.
  9. Orang Kandangan dari bekas Distrik Amandit di Daerah Aliran Sungai Amandit, Hulu Sungai Selatan
  10. Orang Margasari dari bekas Distrik Margasari di Kabupaten Tapin
  11. Orang Rantau dari bekas Distrik Benua Empat di Daerah Aliran Sungai Tapin, Kabupaten Tapin
  12. dan lain-lain

Kelua, Amuntai, Alabio, Negara dan Margasari merupakan kelompok Batang Banyu, sedangkan Tanjung, Balangan, Kandangan, Rantau merupakan kelompok Pahuluan. Daerah Oloe Soengai dahulu merupakan pusat kerajaan Hindu, dimana asal mula perkembangan bahasa Melayu Banjar.

Dialek-dialek Bahasa Banjar Hulu menurut Fudiat Suryadikara (Geografi Dialek Bahasa Banjar Hulu, Depdikbud, 1984) bersesuaian dengan kecamatan-kecamatan yang berpenduduk suku Banjar yang ada di Hulu Sungai, karena orang Banjar menyebut dirinya berdasarkan asal kecamatan masing-masing. Dialek-dialek tersebut antara lain :

  1. Muara Uya
  2. Haruai
  3. Tanjung
  4. Tanta
  5. Kelua
  6. Banua Lawas
  7. Amuntai Utara
  8. Amuntai Tengah
  9. Amuntai Selatan
  10. Danau Panggang
  11. Babirik
  12. Sungai Pandan (Alabio)
  13. Batu Mandi
  14. Lampihong
  15. Awayan
  16. Paringin
  17. Juai
  18. Batu Benawa
  19. Haruyan
  20. Batang Alai Selatan
  21. Batang Alai Utara
  22. Barabai
  23. Pandawan
  24. Labuan Amas Selatan
  25. Labuan Amas Utara
  26. Angkinang
  27. Kandangan
  28. Simpur
  29. Daha Selatan (Negara)
  30. Daha Utara
  31. Sungai Raya
  32. Telaga Langsat
  33. Padang Batung
  34. Candi Laras Utara (Margasari Hulu)
  35. Candi Laras Selatan (Margasari Hilir)
  36. Tapin Selatan
  37. Tapin Tengah
  38. Tapin Utara
  39. Binuang

Mengingat orang-orang Banjar yang berada di Sumatera dan Malaysia Barat mayoritas berasal dari wilayah Hulu Sungai (Banua Enam), maka bahasa Banjar yang dipakai merupakan campuran dari dialek Bahasa Banjar Hulu menurut asal usulnya di Kalimantan Selatan.

Dialek bahasa Banjar Hulu juga dapat ditemukan di kampung-kampung (handil) yang penduduknya asal Hulu Sungai seperti di Kecamatan Gambut, Aluh Aluh, Tamban yang terdapat di wilayah Banjar Kuala.

Dialek Bahasa Banjar Kuala yaitu bahasa yang dipakai di wilayah Banjar Kuala yaitu bekas Afdelling Banjarmasin terdiri atas Distrik Bakumpai dan Afdeeling Martapoera terdiri dari Distrik Martapura, Distrik Riam Kiwa, Distrik Riam Kanan, Distrik Pleihari, Distrik Maluka dan Distrik Satui. Kawasan tersebut pada masa sekarang ini meliputi Kabupaten Banjar, Barito Kuala, Tanah Laut, serta kota Banjarmasin dan Banjarbaru. Pemakaiannya meluas hingga wilayah pesisir bagian tenggara Kalimantan (bekas Afdelling Kota Baru) yaitu kabupaten Tanah Bumbu dan Kota Baru sampai ke Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Bahasa Banjar Kuala dituturkan dengan logat datar tanpa intonasi tertentu, jadi berbeda dengan bahasa Banjar Hulu dengan logat yang kental (ba-ilun). Dialek Banjar Kuala yang asli misalnya yang dituturkan di daerah Kuin, Sungai Jingah, Banua Anyar dan sebagainya di sekitar kota Banjarmasin yang merupakan daerah awal berkembangnya kesultanan Banjar. Dialek Barangas dipakai di daerah Bantam Raya (Berangas-Anjir-Tamban) yaitu kawasan di sekitar wilayah luar kota Banjarmasin (Kabupaten Barito Kuala). Bahasa Banjar yang dipakai di Kalimantan Tengah cenderung menggunakan logat Dayak, sehingga keturunan Jawa yang ada di Kalteng (Tamiang Layang), lebih menguasai bahasa Banjar berlogat Dayak (Maanyan) daripada bahasa Dayak itu sendiri yang sukar dipelajari.

Karena kedudukannya sebagai lingua franca, pemakai bahasa Melayu Banjar lebih banyak daripada jumlah suku Banjar itu sendiri. Pemakaian bahasa Melayu Banjar dalam percakapan dan pergaulan sehari-hari di daerah ini lebih dominan dibandingkan dengan bahasa Indonesia. Berbagai suku di Kalimantan Selatan dan sekitarnya berusaha menguasai bahasa Banjar, sehingga dapat pula kita jumpai bahasa Banjar yang diucapkan dengan logat Jawa atau Madura yang masih terasa kental seperti yang kita jumpai di kota Banjarmasin.

Bahasa Banjar Hulu vs Bahasa Banjar Kuala

  • gamat (Banjar Hulu), gémét (Banjar Kuala); artinya pelan
  • miring (Banjar Hulu), méréng (Banjar Kuala); artinya miring
  • himpat, tawak, tukun, hantup (Banjar Hulu), hamput (Banjar Kuala); artinya lempar (sambit)
  • arai (Banjar Hulu), himung (Banjar Kuala); artinya gembira
  • hagan (Banjar Hulu), gasan (Banjar Kuala); artinya untuk
  • tiring (Banjar Hulu), lihat (Banjar Kuala); artinya melihat
  • bungas (Banjar Hulu), langkar, béngkéng (Banjar Kuala); artinya cantik
  • tingau (Banjar Hulu), lihat (Banjar Kuala); artinya toleh, lihat
  • balalah (Banjar Hulu), bakunjang (Banjar Kuala); artinya bepergian
  • lingir (Banjar Hulu), tuang (Banjar Kuala); artinya tuang
  • tuti (Banjar Hulu), tadi (Banjar Kuala); artinya tadi
  • ba-ugah (Banjar Hulu), ba-jauh (Banjar Kuala); artinya menjauh
  • macal (Banjar Hulu), nakal (Banjar Kuala); artinya nakal
  • balai (Banjar Hulu), langgar (Banjar Kuala); artinya surau
  • tutui (Banjar Hulu), catuk (Banjar Kuala); artinya memukul dengan palu
  • tukui (Banjar Hulu), periksa (Banjar Kuala); artinya memeriksa
  • padu (Banjar Hulu), dapur (Banjar Kuala); artinya ruang dapur
  • kau'u (Banjar Hulu), nyawa (Banjar Kuala); artinya kamu
  • diaku (Banjar Hulu), unda (Banjar Kuala); artinya aku
  • disia (Banjar Hulu), disini (Banjar Kuala); artinya disini
  • bat-ku, anggit-ku (Banjar Hulu), ampun-ku (Banjar Kuala); artinya punya-ku
  • bibit (Banjar Hulu), ambil (Banjar Kuala); artinya ambil
  • ba-cakut (Banjar Hulu), ba-kalahi (Banjar Kuala); artinya berkelahi
  • ba-cakut (Banjar Hulu), ba-ingkut (banjar Kuala); artinya berpegangan pada sesuatu benda
  • diang (Banjar Hulu), galuh (Banjar Kuala); artinya panggilan anak perempuan
  • nini laki (Banjar Hulu), kayi (Banjar Kuala); artinya kakek
  • utuh (Banjar Hulu), nanang (Banjar Kuala); artinya panggilan anak lelaki
  • uma (Banjar Hulu), mama (Banjar Kuala); artinya ibu
  • hingkat (Banjar Hulu), kawa (Banjar Kuala); artinya dapat, bisa
  • puga (Banjar Hulu), hanyar (Banjar Kuala); artinya baru
  • salukut (Banjar Hulu), bakar (Banjar Kuala); artinya bakar
  • kasalukutan, kamandahan (Banjar Hulu), kagusangan (Banjar Kuala); artinya kebakaran
  • tajua (Banjar Hulu), ampih (Banjar Kuala); artinya berhenti
  • bapandir (Banjar Hulu), bepéndér (Banjar Kuala); artinya berbicara
  • acil laki (Banjar Hulu), amang, paman (Banjar Kuala); artinya paman

Contoh Dialek Banjar Hulu

  • Hagan apa hampiyan mahadang di sia, hidin hudah hampai di rumah hampian (Dialek Kandangan?)
  • Sagan apa sampiyan mahadang di sini, sidin sudah sampai di rumah sampiyan. (Banjar populer)
  • Inta intalu sa’igi, imbah itu ambilakan buah nang warna abang awan warna ijau sa’uting dua uting. Jangan ta’ambil nang igat (Dialek Amuntai?)
  • Minta hintalu sabigi, limbah itu ambilakan buah nang warna habang lawan warna hijau sabuting dua buting. Jangan ta’ambil nang rigat.(Banjar populer)

Perbedaan Dialek

Dialek merupakan variasi dari suatu bahasa tertentu dan dituturkan oleh sekumpulan masyarakat bahasa tersebut. Dialek ditentukan oleh fakor geografis (dialek kawasan) dan sosial (dialek sosial). Dialek sosial seperti bahasa baku, bahasa basahan (bahasa kolokial), bahasa formal, bahasa tak formal, bahasa istana, bahasa slanga (prokem), bahasa pasar, bahasa halus, bahasa kasar dan sebagainya.

Dialek kawasan berbeda dari segi:

  • Sebutan

Contoh: Perkataan gimit (pelan) disebut dalam pelbagai dialek seperti gamat, gimit, gemet.

  • Gaya lagu bahasa

Contoh: Subdialek Kalua biasanya mempunyai sebutan yang lebih panjang daripada Subdialek Banjarmasin.

  • Tatabahasa

Contoh: kuriak-kuriak (dialek Banjar Kuala) dan kukuriak (dialek Banjar Hulu).

  • Kosa kata

Contoh: hungku (dialek Kabupaten Balangan) maksudnya agaknya.

  • Kata ganti diri

Contoh : kao (dialek utara Kalsel maksudnya kamu) dan unda (dialek selatan Kalsel bermaksud aku)

Penulisan Resmi

Penulisan nama tempat dari bahasa Banjar sudah disesuaikan dengan bahasa Indonesia (diindonesiakan). Penulisan yang resmi seperti Tabalong (Tabalung), Barito (Baritu), Ot Danum (Ut Danum), Tebingtinggi (Tabingtinggi), Alabio (Halabiyu’), Kelua (Kalua’), Lampihong (Lampihung), dan lain-lain. Sedangkan di wilayah suku Dayak Maanyan di Barito Timur, penulisan nama tempat yang resmi dipakai adalah yang sesuai pengucapan lidah orang Banjar bukan dalam logat Maanyan, misalnya desa Wamman menjadi desa Bamban, desa Wammulung menjadi desa Bambulung, da lain-lain.

Bahasa sastra dan wayang Banjar

Dalam penulisan karya sastra Banjar maupun dalam kesenian Wayang Kulit Banjar sejak dahulu sering digunakan secara khusus kosakata yang diserap dari bahasa Jawa, padahal kosakata tersebut tidak dipakai dalam bahasa Banjar sehari-hari, tetapi memang banyak pula kosakata yang diserap dari bahasa Jawa yang sudah lazim menjadi bahasa Banjar sehari-hari. Contoh kata-kata dalam penulisan karya sastra maupun wayang Banjar tersebut misalnya : karsa (kerso), gani (geni), danawa (denowo), ngumbi (ngombe), sadusu (sedhoso), sadulur (sedhulur) dan lain-lain.

Tingkatan Bahasa

Bahasa Banjar juga mengenal tingkatan bahasa (Jawa: unggah-ungguh), tetapi hanya untuk kata ganti orang.

  • unda, sorang = aku ; nyawa = kamu ---> (agak kasar)
  • aku, diyaku = aku ; ikam, kawu = kamu ---> (netral, sepadan)
  • ulun = saya ; (sam)piyan / (an)dika = anda --->(halus)

untuk kata ganti orang ke-3 (dia)

  • inya, iya, didia = dia --->(netral,sepadan)
  • sidin = beliau --->(halus)

Bilangan

  • asa (satu)
  • dua (dua)
  • talu (tiga)
  • ampat (empat)
  • lima (lima)
  • anam (enam)
  • pitu (tujuh)
  • walu (delapan)
  • sanga (sembilan)
  • sapuluh (sepuluh)
  • sawalas (sebelas)
  • pitungwalas (tujuhbelas)
  • salawi (duapuluh lima)
  • talungpuluh (tigapuluh)
  • anampuluh (enampuluh)
  • walungpuluh (delapanpuluh)
  • saratus (seratus)
  • saribu (seribu)
  • sajuta (sejuta)

(Bilangan angka dalam bahasa Banjar mirip bilangan dalam bahasa Jawa Kuno)

Perbandingan Bahasa Banjar dan Bahasa Bukit

  • tawing (Banjar), dinding (Dayak Bukit); artinya dinding
  • banih (Banjar), padi (Dayak Bukit); artinya padi
  • anum (Banjar), muda (Dayak Bukit); artinya muda
  • lawang (Banjar), pintu (Dayak Bukit); artinya pintu
  • janar (Banjar), kunyit (Dayak Bukit); artinya kunyit
  • hayam (Banjar), hayam, hamanuk (Dayak Bukit); artinya ayam
  • aruh (Banjar Hulu), aruh (Dayak Bukit); artinya kenduri, selamatan
  • ganal (Banjar), ganal (Dayak Bukit); artinya besar
  • bukah (Banjar), bukah (Dayak Bukit); artinya lari
  • hual (Banjar), hual (Dayak Bukit); artinya tengkar

Pengaruh Bahasa Jawa

Bahasa Banjar mengambil kata serapan dari bahasa Jawa seperti banyu (bahasa Jawa Baru), diduga dahulu kata air menggunakan bahasa Melayu Lokal Kalimantan seperti ai'(Kayong) atau aing (bahasa Bukit) atau mungkin pula menggunakan bahasa Dayak (Barito isolect) yang menggunakan istilah danum.

  • hanyar (Banjar), anyar (Jawa); artinya baru
  • lawas (Banjar), lawas (Jawa); artinya lama
  • habang (Banjar), abang (Jawa); artinya merah
  • hirang (Banjar), ireng (Jawa); artinya hitam
  • halar(Banjar), lar (Jawa); artinya sayap
  • halat (Banjar), lat (Jawa); artinya pisah
  • banyu (Banjar), banyu (Jawa); artinya air
  • sam(piyan) (Banjar), sampeyan(Jawa); artinya kamu (halus)
  • an(dika) (Banjar Hulu), andiko (Jawa); artinya kamu (halus)
  • picak (Banjar), picek (Jawa); artinya buta
  • sugih (Banjar), sugih (Jawa); artinya kaya
  • licak (Banjar), licek (Jawa); artinya becek
  • baksa (Banjar), beksan (Jawa); artinya tari
  • kiwa (Banjar), kiwo (Jawa); artinya kiri
  • rigat (Banjar), reged(Jawa); artinya kotor
  • kadut (Banjar), kadut (Jawa); artinya kantong uang
  • padaringan (Banjar), pendaringan (Jawa); artinya wadah beras
  • dalam (Banjar), dalem (Jawa); artinya rumah bangsawan
  • iwak (Banjar), iwak (Jawa); artinya ikan
  • awak (Banjar), awak (Jawa); artinya badan
  • ba-lampah (Banjar), nglampahi (Jawa); artinya bertapa
  • ba-isuk-an (Banjar), isuk-isuk (Jawa); artinya pagi-pagi
  • ulun (Banjar), ulun (Jawa); artinya aku (halus), (aku untuk Dewa, Jawa)
  • jukung (Banjar), jukung (Jawa); artinya sampan
  • kalir (Banjar), kelir (Jawa); artinya warna
  • tapih (Banjar), tapeh (Jawa); artinya sarung, jarik
  • lading (Banjar), lading (Jawa); artinya pisau
  • reken (Banjar), reken (Jawa); artinya hitung
  • kartak (Banjar), kertek (Jawa); artinya jalan raya
  • ilat (Banjar), ilat (Jawa); artinya lidah
  • gulu (Banjar), gulu (Jawa); artinya leher
  • kilan (Banjar), kilan (Jawa); artinya jengkal
  • kawai, ma-ngawai (Banjar), ngawe-awe (Jawa); artinya me-lambai
  • ngaran (Banjar), ngaran (Jawa); artinya nama
  • paranah (Banjar), pernah (Jawa); artinya...(contoh pernah nenek)
  • pupur (Banjar), pupur (Jawa); artinya bedak
  • parak (Banjar), perek (Jawa); artinya dekat
  • wayah (Banjar), wayah (Jawa); artinya saat
  • uyah (Banjar), uyah (Jawa); artinya garam
  • paring (Banjar), pring(Jawa); artinya bambu
  • gawi(Banjar), gawe (Jawa); artinya kerja
  • palir(Banjar), peli (Jawa); artinya zakar
  • lawang (Banjar), lawang (Jawa); artinya pintu
  • menceleng (Banjar), menteleng (Jawa); artinya melotot
  • kancing (Banjar), kancing (Jawa); artinya menutup pintu
  • apam (Banjar), apem(Jawa); artinya nama sejenis makanan
  • gangan (Banjar), jangan (Jawa); artinya sayuran berkuah
  • kaleker (Banjar), kleker (Jawa); artinya gundu, kelereng
  • karap (Banjar), kerep (Jawa); artinya sering, kerapkali
  • sarik (Banjar), serik (Jawa); artinya marah
  • sangit (Banjar), sengit (Jawa); artinya marah
  • pakan (Banjar), peken (Jawa); artinya pasar mingguan
  • inggih (Banjar), inggih (Jawa); artinya iya (halus)
  • wani (Banjar), wani (Jawa); artinya berani
  • wasi (Banjar), wesi (Jawa); artinya besi
  • waja (Banjar), wojo (Jawa); artinya baja
  • dugal (Banjar), ndugal (Jawa); artinya nakal
  • bungah (Banjar), bungah (Jawa); artinya bangga
  • gandak (Banjar), gendak (Jawa); artinya pacar, selingkuhan
  • kandal(Banjar), kandel (Jawa); artinya tebal
  • langgar (Banjar), langgar (Jawa); artinya surau
  • gawil (Banjar), jawil (Jawa); artinya colek
  • wahin (Banjar), wahing (Jawa); artinya bersin
  • panembahan (Banjar), panembahan (Jawa); artinya raja, yang disembah/dijunjung
  • larang (Banjar), larang (Jawa); artinya mahal
  • anum (Banjar), enom (Jawa); artinya muda
  • bangsul (Banjar), wangsul (Jawa); artinya datang, tiba
  • mandak (Banjar), mandeg (Jawa); artinya berhenti
  • marga (Banjar), mergo (Jawa); artinya sebab, karena
  • payu (Banjar), payu (Jawa); artinya laku
  • ujan (Banjar), udan (Jawa); artinya hujan
  • hibak (Banjar), kebak (Jawa); artinya penuh
  • gumbili (Banjar), gembili (Jawa); artinya ubi singkong
  • lamun (Banjar), lamun (Jawa); artinya kalau
  • tatamba (Banjar), tombo (Jawa); artinya obat
  • mara, ba-mara (Banjar), moro (Jawa); artinya maju, menuju muara
  • lawan (Banjar), lawan (Jawa); artinya dengan
  • maling (Banjar), maling (Jawa); artinya pencuri
  • jariji (Banjar), deriji (Jawa); artinya jari
  • takun (Banjar), takon (Jawa); artinya tanya
  • talu (Banjar), telu (Jawa); artinya tiga
  • pitu (Banjar), pitu (Jawa); artinya tujuh
  • walu (Banjar), walu (Jawa); artinya delapan
  • untal (Banjar), nguntal (Jawa); artinya makan (makan tanpa dimamah, Banjar)
  • pagat (Banjar), pegat (Jawa); artinya putus (putusnya tali pernikahan, Jawa)
  • kawo (Banjar Amuntai), kowe (Jawa), kaoh (Bawean); artinya kamu
  • paray(a) (Banjar), prei-i (Jawa); artinya libur, tidak jadi (Belanda?)
  • dampar (Banjar), dampar kencono (Jawa); artinya bangku kecil,(singasana, Jawa)
  • burit, buritan (Banjar), mburi (Jawa); artinya belakang, (pantat, Banjar)
  • pajah (Banjar), pejah (Jawa); artinya mati (mati lampu, Banjar)
  • tatak (Banjar), tetak (Jawa); artinya potong (khitan, Jawa)
  • pa-pada-an (Banjar), podo-podo (Jawa); artinya sama, sesama
  • candi (Banjar), candi (Jawa); artinya candi

Sejarah Banjar kalimantan Selatan

Balai Seba Gedung Mahligai Pancasila pada rumah jabatan Gubernur KalSel.

Kalimantan Selatan adalah salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di pulau Kalimantan. Ibu kotanya adalah Banjarmasin.

Provinsi ini mempunyai 11 kabupaten dan 2 kota. DPRD Kalsel dengan surat keputusan No. 2 Tahun 1989 tanggal 31 Mei 1989 menetapkan 14 Agustus 1950 sebagai Hari Jadi Provinsi Kalimantan Selatan. Tanggal 14 Agustus 1950 melalui Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 1950, merupakan tanggal dibentuknya sepuluh provinsi, setelah pembubaran RIS, salah satunya provinsi Kalimantan dengan gubernur Dokter Moerjani.


Suku Bangsa

Kelompok etnik di Kal-Sel menurut Museum Lambung Mangkurat, antara lain :

  1. Orang Banjar Kuala, Banjarmasin sampai Martapura,
  2. Orang Banjar Batang Banyu, Margasari sampai Kelua
  3. Orang Banjar Pahuluan, Tanjung sampai Pelaihari (luar Martapura)
  4. Suku Barangas di Berangas, Ujung Panti, Lupak, Aluh Aluh
  5. Suku Bakumpai di Bakumpai, Marabahan, Kuripan, Tabukan
  6. Suku Maanyan: Dayak Warukin, Pasar Panas, Dayak Balangan,Dayak Samihim
  7. Suku Abal di Kampung Agung sampai Haruai
  8. Suku Dusun Deyah di Muara Uya, Gunung Riut, Upau
  9. Suku Lawangan di , Muara Uya Utara
  10. Suku Bukit di Awayan(Dayak Pitap), Haruyan, Hantakan, Loksado, Piani, Paramasan, Bajuin, Riam Adungan, Sampanahan, Hampang
  11. Orang Madura Madurejo di Pengaron, Mangkauk
  12. Orang Jawa Tamban di Purwosari
  13. Orang Cina Parit di Pelaihari
  14. Suku Bajau di Kotabaru, Tanjung Batu
  15. Orang Bugis Pagatan di Pagatan
  16. Suku Mandar di pulau Laut dan pulau Sebuku

(Sumber : Peta alam dan foto kelompok etnik Kalimantan Selatan, Museum Lambung Mangkurat, no.11 s.d 16 suku pendatang dari luar Kalimantan).

Delapan etnik terbanyak di Kal-Sel menurut sensus 2000 (Dalam sensus belum disebutkan beberapa suku kecil yang merupakan penduduk asli) :

Nomor ↓ Sukubangsa ↓ Jumlah ↓
1 suku Banjar 2.271.586 jiwa
2 suku Jawa 391.030 jiwa
3 suku Bugis 73.037 jiwa
4 Suku Madura 36.334 jiwa
5 Suku Bukit (Dayak Meratus) 35.838 jiwa
6 Suku Mandar 29.322 jiwa
7 Suku Bakumpai 20.609 jiwa
8 Suku Sunda 18.519 jiwa
9 Suku-suku lainnya 99.165 jiwa

Total penduduk Propinsi Kalsel tahun 2000 : 2.975.440 jiwa
(Badan Pusat Statistik - Sensus Penduduk Tahun 2000)

Kelompok etnik berdasarkan urutan keberadaannya di Kalsel:

  1. Austrolo-Melanosoid (sudah punah)
  2. Dayak (rumpun Ot Danum)
  3. Suku Dayak Bukit
  4. Suku Banjar (1526)
  5. Suku Bajau, Suku Bugis (1750), Suku Mandar
  6. Suku Jawa, Suku Madura
  7. Etnis Tionghoa-Indonesia, Etnis Arab-Indonesia
  8. Etnis Eropa (1860-1942, sudah punah)

Daftar Kabupaten dan Kota

Kantor Gubernur Kalimantan Selatan dengan motif Rumah Bubungan Tinggi..

No.

Kabupaten/Kota

Ibu kota
1 Kabupaten Balangan Paringin
2 Kabupaten Banjar Martapura
3 Kabupaten Barito Kuala Marabahan
4 Kabupaten Hulu Sungai Selatan Kandangan
5 Kabupaten Hulu Sungai Tengah Barabai
6 Kabupaten Hulu Sungai Utara Amuntai
7 Kabupaten Kotabaru Kotabaru
8 Kabupaten Tabalong Tanjung
9 Kabupaten Tanah Bumbu Batulicin
10 Kabupaten Tanah Laut Pelaihari
11 Kabupaten Tapin Rantau
12 Kota Banjarbaru -
13 Kota Banjarmasin -


Peninggalan sejarah dan purbakala :

  1. Masjid Sultan Suriansyah di Kuin Utara, Banjarmasin Utara, Banjarmasin
  2. Komplek Makam Sultan Suriansyah di Banjarmasin Utara, Banjarmasin
  3. Komplek Makam Pangeran Antasari di Banjarmasin Tengah, Banjarmasin
  4. Makam Surgi Mufti di Surgi Mufti,Banjarmasin Tengah, Banjarmasin
  5. Makam Ratu Zaleha di Banjarmasin Tengah, Banjarmasin
  6. Rumah Bubungan Tinggi Teluk Selong Ulu di Teluk Selong Ulu, Martapura, Banjar
  7. Rumah Gajah Baliku Teluk Selong Ulu di Teluk Selong, Martapura, Banjar.
  8. Rumah Balai Bini Desa Teluk Selong Ulu di desa Teluk Selong Ulu, Martapura, Banjar.
  9. Rumah Palimbangan Desa Pasayangan di Pasayangan, Martapura, Banjar.
  10. Makam Datu Ambulung di Martapura, Banjar.
  11. Masjid Jami Sungai Batang di Martapura, Banjar
  12. Monumen ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan di Gambut, Banjar
  13. Makam Sultan Adam di Kelurahan Jawa Martapura, Banjar
  14. Makam Sultan Inayatullah di Kampung Keraton Martapura, Banjar
  15. Makam Sultan Sulaiman Saidullah di Desa Lihung, Karang Intan, Banjar
  16. Benteng Tabanio di Tanah Laut
  17. Makam Keramat Istana, di Tanah Laut
  18. Makam Datu Ingsat di Tanah Laut
  19. Candi Laras di Kecamatan Candi Laras Selatan, Tapin
  20. Masjid Almukarromah di Banua Halat Kiri, Tapin
  21. Makam Datu Sanggul di Tatakan, Tapin
  22. Masjid Gadung Keramat di Tapin
  23. Rumah Bubungan Tinggi Desa Lawahan, Tapin
  24. Masjid Su'ada di Wasah Hilir, Simpur, Hulu Sungai Selatan
  25. Benteng Gunung Madang, di Sei Madang, Hulu Sungai Selatan
  26. Makam Haji Saadudin di Taniran, di Hulu Sungai Selatan
  27. Makam Datu Patinggi Mandapai di Hulu Sungai Selatan
  28. Makam Tumpang Talu di Hulu Sungai Selatan
  29. Gedung Musyawaratutthalibin di Simpur, Hulu Sungai Selatan
  30. Rumah Bubungan Tinggi Desa Tibung di Kandangn, Hulu Sungai Selatan
  31. Rumah Bubungan Tinggi Desa Baruh Kambang di Negara, Daha Selatan, Hulu Sungai Selatan
  32. Rumah Bubungan Tinggi Desa Habirau di Daha Selatan, Hulu Sungai Selatan
  33. Rumah Perjuangan di Karang Jawa, Kandangan, Hulu Sungai Selatan
  34. Rumah Perjuangan di Durian Rabung, Hulu Sungai Selatan
  35. Rumah Bersejarah di Simpur, Hulu Sungai Selatan
  36. Monumen 17 Mei, Niih, di Hulu Sungai Selatan
  37. Masjid Keramat Pelajau di Hulu Sungai Tengah
  38. Makam 23 Pejuang di Hulu Sungai Tengah
  39. Makam Pangeran Kacil di Hulu Sungai Tengah
  40. Makam Tumenggung Jayapati di Hulu Sungai Tengah
  41. Candi Agung di Paliwara, Amuntai Tengah, Hulu Sungai Utara
  42. Masjid Tua Sungai Banar di Hulu Sungai Utara
  43. Masjid Jami Assuhada di Hulu Sungai Utara
  44. Rumah Adat Banjar Bubungan Tinggi di Hulu Sungai Utara
  45. Masjid Basar Pandulangan di Hulu Sungai Utara
  46. Masjid Pusaka dan Makam Penghulu Rasyid di Banua Lawas, Tabalong
  47. Makam Gusti Buasan di Tabalong
  48. Masjid Jami Puain Kanan di Tanta, Tabalong
  49. Goa Babi di Desa Randu, Muara Uya, Tabalong
  50. Makam Syekh Muhammad Nafis Al-Banjari di Kelua, Tabalong
  51. Makam Ratu Intan di Bakau, Pamukan Utara, Kotabaru
  52. Kompleks Makam Raja-raja Kotabaru di Pulau Laut Utara, Kotabaru
  53. Makam Syekh Haji Muhammad Arsyad di Tanah Bumbu
  54. Makam Pangeran Agung di Tanah Bumbu
  55. Makam Haji Japeri di Barito Kuala
  56. Makam Panglima Wangkang di Marabahan, Barito Kuala
  57. Rumah Bulat (Rumah Joglo Desa Penghulu) di desa Penghulu, Marabahan, Barito Kuala
  58. Rumah Gajah Baliku Desa Penghulu di Marabahan, Barito Kuala
  59. Makam Datuk Aminin di Barito Kuala

Masjid Sultan Suriansyah

Masjid Sultan Suriansyah adalah sebuah masjid bersejarah yang merupakan masjid tertua di Kalimantan Selatan. Masjid ini dibangun di masa pemerintahan Sultan Suriansyah (1526-1550), raja Banjar pertama yang memeluk agama Islam. Masjid ini terletak di Kelurahan Kuin Utara, Banjarmasin Utara, Banjarmasin, kawasan yang dikenal sebagai Banjar Lama merupakan situs ibukota Kesultanan Banjar yang pertama kali.

Bentuk arsitektur dengan konstruksi panggung dan beratap tumpang, merupakan masjid bergaya tradisional Banjar. Masjid bergaya tradisional Banjar pada bagian mihrabnya memiliki atap sendiri terpisah dengan bangunan induk. Masjid ini didirikan di tepi sungai Kuin.


Pintu samping Masjid Sultan Suriansyah.

Masjid Kuno

Kekunoan masjid ini dapat dilihat pada 2 buah inskripsi yang tertulis pada bidang berbentuk segi delapan berukuran 50 cm x 50 cm yakni pada dua daun pintu Lawang Agung. Pada daun pintu sebelah kanan terdapat 5 baris inskripsi Arab-Melayu berbunyi : " Ba'da hijratun Nabi Shalallahu 'alahihi wassalam sunnah 1159 pada Tahun Wawu ngaran Sultan Tamjidillah Kerajaan dalam Negeri Banjar dalam tanah tinggalan Yang mulia." Sedangkan pada daun pintu sebelah kiri terdapat 5 baris inskripsi Arab-Melayu berbunyi: "Kiai Damang Astungkara mendirikan wakaf Lawang Agung Masjid di Nagri Banjar Darussalam pada hari Isnain pada sapuluh hari bulan Sya'ban tatkala itu (tidak terbaca)" . Kedua inskripsi ini menunjukkan pada hari Senin tanghgal 10 Sya'ban 1159 telah berlangsung pembuatan Lawang Agung (renovasi masjid) oleh Kiai Demang Astungkara pada masa pemerintahan Sultan Tamjidillah I (1734-1759).

Pada mimbar yang terbuat dari kayu ulin terdapat pelengkung mimbar dengan kaligrafi berbunyi "Allah Muhammadarasulullah". Pada bagian kanan atas terdapat tulisan "Krono Legi : Hijrah 1296 bulan Rajab hari Selasa tanggal 17", sedang pada bagian kiri terdapat tulisan : "Allah subhanu wal hamdi al-Haj Muhammad Ali al-Najri".

Mimbar Masjid Sultan Suriansyah.

Filosofi Ruang

Pola ruang pada Masjid Sultan Suriansyah merupakan pola ruang dari arsitektur Masjid Agung Demak yang dibawa bersamaan dengan masuknya agama Islam ke daerah ini oleh Khatib Dayan. Arsitektur mesjid Agung Demak sendiri dipengaruhi oleh arsitektur Jawa Kuno pada masa kerajaan Hindu. Identifikasi pengaruh arsitektur tersebut tampil pada tiga aspek pokok dari arsitektur Jawa Hindu yang dipenuhi oleh masjid tersebut. Tiga aspek tersebut : atap meru, ruang keramat (cella) dan tiang guru yang melingkupi ruang cella. Meru merupakan ciri khas atap bangunan suci di Jawa dan Bali. Bentuk atap yang bertingkat dan mengecil ke atas merupakan lambang vertikalitas dan orientasi kekuasaan ke atas. Bangunan yang dianggap paling suci dan dan penting memiliki tingkat atap paling banyak dan paling tinggi. Ciri atap meru tampak pada Masjid Sultan Suriansyah yang memiliki atap bertingkat sebagai bangunan terpenting di daerah tersebut. Bentuk atap yang besar dan dominan, memberikan kesan ruang dibawahnya merupakan ruang suci (keramat) yang biasa disebut cella. Tiang guru adalah tiang-tiang yang melingkupi ruang cella (ruang keramat). Ruang cella yang dilingkupi tiang-tiang guru terdapat di depan ruang mihrab, yang berarti secara kosmologi cella lebih penting dari mihrab.

 

W3C Validations

Cum sociis natoque penatibus et magnis dis parturient montes, nascetur ridiculus mus. Morbi dapibus dolor sit amet metus suscipit iaculis. Quisque at nulla eu elit adipiscing tempor.

Usage Policies